Subscribe to Wordpress Themes Demo
tugas ku

MAKALAH
Metoda Penarikan Zakat Yang Efisien dan Mensejahterakan Rakyat
Di ajukan untuk memeuhi tugas individu mata kuliah “Ekonomi Syari’ah”
Dosen : pak Budi








Oleh:
Nama : Ishak Yusup
NIM : 07.01.064
Kelas/prodi : PAI B Tarbiyah
Tkt/ smt : III/VI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
TASIKMALAYA
2010
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Lembaga Perekonomian Umat.
. Penulis sendiri sesungguhnya masih ingin mengadakan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap beberapa uraian yang terdapat dalam makalah ini karena penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan.
Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN
Lembaga pengelola zakat merupakan sebuah institusi yang bergerak dibidang pengelolaan dana zakat,infaq, dan shadaqah. Definisi menurut UU Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan apabila telah memenuhi syarat – syarat yang telah ditentukan oleh agama, dan disalurkan kepada orang–orang yang telah ditentukan pula, yaitu delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60 :
ﺇﻧﻤﺍﻟﺼﺪﻘﺖﻠﻟﻔﻗﺭﺁﺀﻭﺃﻠﻤﺴﮑﯿﻦﻭﺍﻠﻌﻤﻟﻴﻦﻋﻟﻴﻬﺎﻮﺍﻠﻤﺆﻟﻔﺔﻗﻟﻮﺒﻬﻢﻭﻔﻲ
ﺍﻟﺮﻇﺎﺐﻮﺍﻟﻐﺮﻤﯾﻦﻮﻔﻲﺴﺑﻴﻞﺍﻠﻠﮫﻭﺍﺒﻦﺃﻟﻒﺴﺑﻴﻞﻔﺭﻴﻀﺔﻤﻦﺍﻠﻠﻪﻮﺃﻠﻠﻪﻋﻟﻴﻢﺤﮑﻴﻡﻦ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”




BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat
Zakat adalah merupakan salah satu ajaran pokok dalam agama Islam yang adalah merupakan pemberian wajib yang dikenakan pada kekayaan seseorang yang beragama islam yang telah terakumulasi nisab dan haul dari hasil perdagangan, pertanian, hewan ternak, emas dan perak, berbagai bentuk hasil pekerjaan/profesi/investasi/saham dan lain sebagainya.
Selain Zakat, dikenal juga istilah infaq dan shadaqah, hanya saja sifatnya bukan merupakan pemberian wajib, tetapi pemberian yang bersifat sangat dianjurkan (sunnat) bagi mereka yang bercukupan. Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan di luar zakat, untuk kemaslahatan ummat. Sedangkan Shadaqah ialah harta yang dikeluarkan seorang muslim di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Zakat, Infaq dan Shadaqah (ZIS) adalah merupakan asset berharga ummat Islam sebab berfungsi sebagai sumber dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahateraan seluruh masyarakat. Para pakar dibidang hukum Islam menyatakan bahwa, ZIS dapat komplementer dengan pembangunan nasional, karena dana ZIS dapat dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya dalam bidang pengentasan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan serta mengurangi jurang pemisah antara si kaya dengan si miskin sekaligus meningkatkan perekonomian pedagang kecil yang selalu tertindas oleh pengusaha besar dan mengentaskan berbagai persoalan yang berkaitan dengan sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan.
B. Dasar Hukum Zakat
Zakat dari istilah fiqh berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Legtimasi zakat sebagai kewajiban terdapat didalam Al-Quran. Diantaranya ayat tentang zakat adalah :
1. Kewajiban membayar zakat, tercantum dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat
110, yang berbunyi :
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ مِنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِنْدَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
2. kewajiban memungut zakat, tercantum dalam Al-qur’an surat At-Taubah ayat
103, yang berbunyi :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya :
“ ambilah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”.
3. ketentuan kepada siapa zakat itu diwajibkan dan apa saja yang wajib dikeluarkan zakatnya, tercantum dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 267, yang berbunyi :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
4. tentang siapa saja yang berhak menerima zakat, tercantum dalam Al-quran surat At-Taubah ayat 60, yang berbunyi :
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Artinya :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwasanya pengelolaan zakat bukanlah sematamata dilalcukan secara individual, dari muzakki diserahkan langsung kepada mustahik, akan tetapi dilakukan oleh sebuah lembaga yang lchusus menangani zakat, yang memenuhi persyaratan tertentu yang disebut dengan amil zakat. Amil zakat inilah yang memiliki tugas melakukan sosialisasi kepada masyarakat, melakukan penagihan dan pengambilan , serta menistribusikannya secara tepat dan benar.
C. Prinsip-prinsip Zakat dalam Islam
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistern ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistern ekonomi Islam. Tidak ada lagi orang yang tidak sekolah dan tidak ada perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Menurut M.A. Mannan, zakat mempunyai enam. prinsip yaitu :
1. Prinsip keyakinan keagamaan
2. Prinsip pemerataan dan keadilan.
3. Prinsip produktifitas
4. Prinsip nalar
5. Prinsip kebebasan; zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas.
6. Prinsip etika clan kewajaran
D. Prinsip-prinsip Pengelolaan Zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus diikuti dan ditaati
agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan, diantaranya :
1. Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2. Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari umat islam yang menyerahkan hatta zakatnya tanpa ada unsur pemaksaan atau cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.
3. Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang lainnya.
4. Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat harus dilakukan oleb mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi, keuangan dan sebaginya.
5. Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenamya merupakan kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga pengelola zakat dapat mandiri dan mampu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa perlu mengunggu bantuan dari pihak lain.
Agar pengelolaan zakat berjalan dengan baik, maka BAZ/LAZ harus menerapkan prinsip-prinsip good organization governance (tata kelola organisasi yang baik). pertama amanah. Kedua, transparan. Transparan disini diartikan sebagai suatu kewajiban LAZ/BAZ selaku amil untuk mempertanggungjawabkan tugasnya kepada publik baik kepada para muzakki, mustahik maupun stakeholder lainnya. Bentuk transparansi ini dapat dilakukan melalui publikasi laporan di media cetak, Auditable oleh Akuntan Publik, d1l. Ketig!, profesional. Amil zakat merupakan profesi. Oleh karenanya, amil mesti profesional yang dicirikan dengan bekerja fuul time, memiliki kompetensi, amanah, jujur, leadership, jiwa entrepreneurship, d1l. Ketiga hal diatas dapat diimplementasikan apabila didukung oleh penerapan prinsip-prinsip operasionalisasi organisasi pengelola zakat (OPZ) antara lain :
Pertama Aspek Kelernbagaan. Dari aspek kelembagaan, sebuah OPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor, yaitu : visi dan misi, kedudukan dan sifat lembaga, legalitas dan strtiktur organisasi, aliansi strategis. Kedua, Aspek Sumber Daya Manusia (SDM). SDM merupakan aset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan bati-hati. Untuk itu perlu diperbatikan faktor perubaban paradigma bahwa Amil Zakat adalah sebuah profesi dan kualifikasi SDM-nya. ketiga, Sistem Pengelolaan. OPZ harus memiliki sistem pengelolaan yang baik, unsur-unsur yang harus diperhatikan adalah : memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas; manajernen terbuka; mempunyai activity plan; mernpunyai lending commite; memiliki sistern akuntansi dan manajemen keuangan; publikasi; perbaikan terus menerus.
E. Sistem Pengelolaan Zakat di Indonesia
I. BAZIS
Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) adalah sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengumpulkan zakat, infak dan sedekah, dari masyarakat (umat Islam) serta kerr udian menyalurkannya kepada yang berhak.
2. Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa Republika adalah lembaga. nirlaba milik masyarakat indonesia yang berkhidmat mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infaq, Shadaqah, Wakaf, serta dana lainnya yang halal dan legal, dari perorangan, kelompok, perusahaan/lembaga).
Berdasarkan Undang-undang RI Nomor 38 Tabun 1999 tentang Pengelolaan zakat, DD merupakan institusi pengclola zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Tanggal 8 Oktober 2001, Menteri Agarna Republik Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 439 Tahun 2001 tentang PENGUKUHAN DOMPET DHUAFA REPUBLIKA sebagai Lernbaga Arnil Zakat tingkat nasional.
3.Rumah Zakat Indonesia
Rurnah Zakat Indonesia adalah sebuah lembaga. swadaya masyarakat yang memfokuskan pada pengelolaan zakat, infaq, shodaqob dan wakaf secara lebih profesional dengan menitikberatkan program pendidikan, kesehatan, pembinaan komunitas dan pemberdayaan ekonomi sebagai penyaluran program unggulan.
4.DPU-DT
F. Peraturan perundang-undangan pengelolan zakat
Keberadaan lembaga pengelola zakat di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan
perundang-undangan, yaitu: 3
1. UU No.38Tahunl999tentangpengelolaanzakat.
2. Keputusan Menteri Agarna No.581 Tahun 1999 tentang pelaksanaan UU No.38 Tahun 1999.
3. Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. D/291 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Dalam peraturan perundang-undangan diatas, diakui adanya dua jenis lembaga pengelola zakat, yaitu:
1. Badan Amil Zakat (BAZ) adalah organisasi pengelolaan zakat yang dibentuk olch pernerintah.
2. Lembaga Amil Zakat (LAZ) adalah organisasi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk oleh masyarakat, dan dikukuhkan oleh pernerintah.
Untuk dapat dikukuhkan oleh pemerintah, sebuah LAZ harus memenuhi dan melampirkan persyaratan sebagai berikut:
1. Akte pendirian (berbadan hukum)
2. Data Muzakki dan Mustahik
3. Daftar susunan pengurus
4. Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
5. Neraca atau laporan posisi keuangan.
6. Surat pemyataan bersedia untuk diaudit.


G. Struktur Organisasi Badan Amil Zakat
a. Badan Amil Zakat terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana.
b. Dewan Pertimbangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota.
c. Komisi Pengawas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekertaris dan anggota.
d. Badan pelaksana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi unsur ketua, sekertaris, bagian keuangan, bagian pengumpulan, bagian pendistribusian, dan pendayagunaan.
e. Anggota pengurus badan Amil Zakat, terdiri atas unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendikia, tokoh masyarakat, tenaga profesional, dan lembaga pendidikan terkait.
H. Kontribusi Zakat bagi Perekonomian Umat
Banyak hikmah dan manfaat dari ibadah zakat ini, baik yang akan dirasakan oleh pemberi zakat (muzakki), penerima(mustahik), maupun masyarakat secara keseluruhan. Muzakki akan meningkatkan kualitas keimannya, rasa syukurnya, kebersihan dan kejernihan jiwa dan hartanya, sekaligus akan mengembangkan harta yang dimilikinya. Mustahik akan meningkatkan kesejahteraaan hidupnya, akan terjaga agama dan akhlaknya, sekaligus akan termotivasi untuk meningkatkan etos kerja dan ibadahnya. Bagi masyarakat luas, hikmah zakat akan dirasakan dalam bentuk tumbuh dan berkembang rasa solidaritas sosialnya, keamanan dan ketentramannya, berputarnya roda ekonomi, karena dengan zakat, harta akan terdistribusikan dengan baik, sekaligus akan menjaga dan menumbuhkembangkan etika dan akhlak dalam bekerja dan berusaha. Sejalan dengan salah satu tujuan dan hikmah zakat, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan kaum fakir miskin maupun asnaf lainnya, maka sumber-sumber zakat yang bervariasi ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah penerimaan zakat
I. Prospek, Kendala, dan Strategi pengelolaan Zakat
Indonesia sebagai penduduk muslim terbesar di dunia mempunyai potensi yang besar dalam. pengumpulan dana zakat. Badan Pusat Statistik (BPS) mengasumsikan potensi zakat di Indonesia mencapai 7,5 trilyun per tahun, tetapi potensi yang begitu besar tersebut baru tertangani 390,7 milyar per tahun atau. sekitar 5,22% nya.
Saat ini peran lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala.diantaranya:
1. Masih banyak masyarakat yang memaharni bahwa zakat bukan merupakan suatu kewajiban.
2. Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.
3. Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplernentasikan. Hal ini disebabkan struktur birokrasi pemerintahan yang kurang akomodatif terhadap keberadaan sistern islam dalarn membangun sistern ekonomi negara.
Adapun untuk menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang tepat supaya zakat dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat, diantaranya :
a. Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya diwilayah keagamaan saja, tetapi zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
b. Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan seperti ini.
c. Keberadaan UU tentang zakat memberikan banyak peluang untuk mendirikan atau membuka lembaga zakat. Setidaknya UU ini menjadi legitimasi bagi umat Islam dalam. mengembangkan lembaga zakat.
d. Perlunya pencanangan good corporate governance sebagai solusi dalarn pengelolaan zakat yang lebih profesional dan transparan dengan penggunakan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, moralitas, kehandalan dan komitmen. Sehingga mampu mendongkrak kepercayaan masyarakat kepada negara dalam pengelolaan zakat serta mengubah pandangan masyarakat terhadap paradigma zaka
Langkah penataan tersebut jangan dianggap sebagai upaya melakukan birokratisasi atau semata-mata untuk menyulitkan. Seyogyanya justeru dipahami sebagai landasan pacu untuk tinggal landas terhadap upaya ke arah peningkatan menuju penataan professionalisme dan akuntabilitas. Sebab tidak sedikit LAZ yang sekarang bertebaran di mana-mana masih menggunakan manajemen yang serampangan. Hal tersebut tentu bukan saja akan merugikan LAZ sendiri, lebih dari itu bisa menjadi pemicu turunnya kepercayaan (trust) masyarakat terhadap LAZ secara umum yang berujung pada sikap apatisme.
Maka sudah menjadi kewajiban utama bagi Forum Zakat (FOZ) yang selama ini meneguhkan diri sebagai payung (asosiasi) lembaga amil zakat sesegera mungkin memperjuangkan adanya penataan yang lebih terarah. Setidaknya ada empat agenda penting yang harus segera diusung FOZ. Pertama, harus menjadi kesadaran bersama bahwa zakat merupakan agenda keummatan yang menyangkut hajat masyarakat secara luas. Kedua, terkait dengan kriteria pendirin LAZ ke depan harus lebih diperjelas terkait dengan fungsi utama lembaga tersebut didirikan. Sehingga kemana dan bagaimana kelak pertanggungjawabannya bisa dideteksi apakah sesuai dengan yang dirapakan atau malah justeru melenceng dari yang seharusnya .
Ketiga, menciptakan standar system akuntansi keuangan dan pencatatan. Sehingga mesti ada metode yang baku yang menjadi panduan bagi LAZ dalam mengerjakan data-data pencatatan donasi yang keluar masuk. Standarisasi ini sangat penting mengingat objek donasi yang berhubungan dengan aktivitas ZISWAF bukan hanya berbentuk uang tunai, melainkan bisa berbagai macam bentuk jenis barang serta harta.
Menyangkut tiga hal diatas, faktor keempat yang tak kalah penting bagi FOZ adalah mendorong lahirnya fatwa yang memuat mengenai batasan-batasan sebagai panduan umum persoalan yeng terkait dengan dana zakat, infak dan shadaqah serta wakaf. Fatwa tersebut bisa dijadikan sebagai acuan serta rujukan dalam pengambilan opini-opini syariah. Sehingga tidak ada lagi dasar-dasar pemikiran yang hanya mendasarkan pada kepentingan-kepentingan masing-masing lembaganya.
Kelima, meski system kelembagaan sudah ditata sedemikian rupa, namun jika ditangani oleh orang-orang yang tidak memiliki kompetensi memadai tetap akan membuat LAZ tidak bisa berbuat banyak. Oleh karena itu harus ada standar kompetensi bagi orang-orang yang bekerja di LAZ. Langkah seperti ini bisa diwujudkan dengan melalui cara menerbitkan semacam sertifikasi yang memberikan rekomendasi bahwa yang bersangkutan memang benar-benar memiliki kapasitas dan pengetahuan yang memadai tentang persoalan zakat. Dalam hal ini FOZ cukup memeliki legetimasi dan justifikasi untuk menerbitkan sertifikasi atau semacamnya karena menjadi satu-satunya lembaga yang merepresentasikan aspirasi LAZ.
Hal-hal krusial diatas itulah yang semestinya menjadi agenda utama dalam ajang Musyawarah Nasional (Munas) yang akan digelar oleh FOZ akhir bulan April 2009. Adapun mengenai sayarat-syarat menjadi pemimpin di lembaga seperti FOZ cukup dengan menggunakan ukuran normatif yang sudah digariskan dalam ajaran Islam yaitu shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. FOZ sendiri pastinya juga sudah menggariskan kriteria apa saja yang harus dimilki calon-calon pimpinanannya.
Namun disini perlu ditambahkan satu hal, calon pimpinan diharapkan kelak memiliki wawasan tentang FOZ terutama aspek historis berdirinya lembaga ini. Tak perlu harus bertumpu pada sosok yang pernah menjabat atau bergelut secara fisik di dalam organisasi tersebut. Akan tetapi setidaknya dia mengerti bagaimana selama ini lembaga asosiasi ini berjuang dari nol hingga sekarang bisa eksis selama beberapa tahun. Implementasi program kelembagaan seperti apa yang telah dan perlu dikembangkan ke depan. Mampu memetakan persoalan-persoalan


BAB III
PENUTUP
Atas dasar pemabahasan-pembahasan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Zakat adalah merupakan salah satu ajaran pokok agama Islam yang sekaligus berfungsi sebagai asset ummat Islam yang sangat potensial dalam rangka menunjang pembangunan nasional khususnya dibidang pengentasan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
2. Konsepsi Islam tentang Zakat adalah bersifat dinamis dan bukan bersifat statis, oleh karena itu maka diperlukan paradigma baru dalam memandang konsepsi zakat sehingga dapat mengakomodir sistem perekonomian modern.
3. Produk-produk hukum tentang zakat yang dipelajari saat ini adalah produk hukum ratusan tahun yang lalu, untuk itu diperlukan adanya kodifikasi atau penafsiran ulang terhadapnya, sehingga dengan demikian hukum zakat menjadi aktual dan sesuai dengan perkembangan zaman modern.
4. Pola penyaluran dana zakat hendaknya bersifat produktif sehingga dapat mengentaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Dan bukan bersifat konsumtif sebab hal ini cenderung mempertahankan kemiskinan





DAFTAR PUSTAKA
http://hendrakholid.net/blog/2009/04/20/lks-nr-zakat/
http://www.forumzakat.net/index.php?act=viewnews&id=82

Tidak ada komentar:

Posting Komentar